5.31.2008

Allahu Ma'iy

Suatu ketika, datang seseorang kepada Nabi Ibrahim as. Orang itu bermaksud untuk meminta keringanan kepada Nabi Ibrahim dikarenakan dia menganggap syariat Allah terlalu berat. Maka oleh Ibrahim dijawab, "Boleh kau bermaksiat pada Allah, namun jangan sampai Allah mengetahuimu" Ucapan yang singkat namun jarang kita sadari. Kita berani bermaksiat di depan Allah dan ini hal yang terbodoh yang selalu kita lakukan. Allah tahu semua kehendak kita. Ini dikarenakan Allah Maha Melihat Segala Sesuatu.

Bayangkan saja kita bermabukan di depan rumah dinas walikota dan bayangkan rasa malu kita yang bisa muncul. Tapi mengapa dengan Allah, Tuhan dan Raja dari segala raja ini disepelekan? mengapa kita tak malu berzina di depan singgasana Allah? Dan kita menyembunyikan niat riya shalat kita di depan Arsy Allah?

Pikirkanlah saudaraku...............Allahu Ma'iy(Allah bersama kita)

Read more...

5.30.2008

Musuh yang Berenang di Air Tenang

Seorang mukmin hidupnya kadang mirip peladang. Tak pernah lelah membuka lahan, menanam benih, merawat, menjaga, dan akhirnya menikmati indahnya tanaman yang mulai berbuah. Tapi, jangan pernah menanggalkan parang. Karena dalam kebun juga ada ular, babi hutan, dan anjing liar.
Keimanan merupakan anugerah Allah yang begitu mahal. Hidup yang keras bisa terlalui dengan tenang, nyaman, dan penuh harapan. Sesulit apa pun kehidupan seorang mukmin, ia tetap punya harapan hari esok yang sangat membahagiakan.
Namun, bukanlah iman yang tanpa ujian. Iman bukan sebuah jaminan kalau seorang anak manusia bisa hidup tanpa gangguan. Bukan seperti tiket busway yang bisa memberi jaminan bebas macet di saat padatnya lalu lintas kota. Justru, kian melekat nilai keimanan pada diri seseorang, semakin banyak cobaan dan gangguan.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar dan yang dusta.” (Al-Ankabut: 2-3)
Seorang mukmin mungkin bisa tahan dengan duri-duri jalan hidup. Sabar dan terus istiqamah. Tapi, akan beda jika tusukan tidak lagi sekecil duri. Melainkan, sudah berbentuk belati dan pedang.
Ujian ternyata tidak cuma berhenti pada konflik internal diri. Tidak berhenti pada berkecamuknya perang antara tuntutan naluri insani dengan pagar keimanan. Lebih dari itu. Ada musuh-musuh yang senantiasa mengintai. Siang dan malam. Di saat damai, apalagi perang.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’am: 112)
Setidaknya, ada tiga kelompok musuh yang kerap mengganggu keteguhan seorang yang beriman. Pertama, musuh bebuyutan Islam. Dikatakan bebuyutan karena permusuhan ini turun temurun. Terwarisi dari generasi ke generasi. Mereka tidak akan pernah senang hingga orang-orang beriman pindah keyakinan.
Tergolong dalam kelompok ini adalah Yahudi dan Nasrani. Permusuhannya bersifat laten dan abadi. Itulah firman Allah swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 120. “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.“
Ada dengki abadi yang sulit disembuhkan. Ada semacam gugatan kepada Allah yang dilampiaskan ke umat Islam. Mereka menggugat, kenapa kenabian terakhir jatuh ke orang Arab. Bukan Bani Israil seperti yang selama ini berlangsung. “Sebagian Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.…” (Al-Baqarah: 109)
Segala hal mereka lakukan. Mulai dari yang terlihat damai, hingga langsung berupa peperangan. Para pemikir sesat, dari yang berjenis Salman Rusdi hingga yang shalat dua bahasa, selalu terkait dengan sepak terjang Yahudi dan Nasrani beserta jaringannya. Semua itu punya sasaran tembak khusus. Apalagi kalau bukan menggoyahkan keimanan umat Islam.
Kelompok musuh kedua adalah mereka yang punya kepentingan. Kelompok ini agak lebih unik. Mereka heterogen. Bisa datang dari mana pun. Tidak terang-terangan dan konsisten memusuhi umat Islam. Tidak juga turun temurun seperti permusuhan Yahudi dan Nasrani. Tapi, lebih karena perbedaan kepentingan.
Biasanya, yang masuk dalam kelompok ini adalah para pelaku maksiat: koruptor, pezina, dukun, dan mereka yang tak punya agama. Masuk juga mereka yang mengambil untung dari bisnis maksiat.
Hal itulah yang pernah dialami kaum Nabi Luth. Mereka mengusir dan memusuhi Luth dan pengikutnya bukan karena soal keyakinan. Melainkan, soal kepentingan. “Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan, ‘Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.” (Al-A’raf: 82)
Jadi, jangan pernah menganggap kalau ingin hidup bersih tidak mengundang musuh. Terlebih jika bersih dalam cakupan besar: masyarakat dan negara. Tentu ini akan mengancam kepentingan kekuatan kotor di lingkungan yang sama. Dan tak ada langkah lain buat mereka kecuali memusuhi.
Andai umat Islam seperti peladang. Tentu, indahnya suasana damai tidak lantas memutus urat kewaspadaan. Itulah mungkin, kenapa para peladang tidak akan menanggalkan parang.

Read more...

5.24.2008

Capres AS dan Agama

Bagi banyak kalangan mendengar nama negara super power, Amerika, akan terlintas di benak mereka sebuah negara yang tidak peduli dengan agama. Konsep sekularisme Amerika seringkali memang disalah pahami bahwa Amerika adalah negara yang tidak peduli agama dan bahkan dianggap tidak beragama. Mungkin lebih dari itu, seringkali dianggap sebagai negara yang anti agama. Pandangan ini adalah keliru. Ternyata Amerika adalah negara yang mendudukkan agama dalam banyak hal sebagai sesuatu yang menentukan. Mungkin kenyataan ini akan semakin jelas di saat kita memperhatikan grasak-grusuk politik para calon presiden AS, yang saat ini sedang mempersiapkan diri memasuki babak penyisihan dari masing-masing partai Republikan dan Demokrat.
Menurut data polling atau survey yang dilakukan oleh berbagai pihak ternyata sikap dalam berbagai isu yang terkait dengan agama cukup menentukan naik atau turunnya rating dari seorang calon Presiden AS, khususnya di kalangan capres dari partai Republikan.Awalnya Mitt Romney dan Guliani, mantan Walikota New York, menduduki urutan tertinggi di kalangan capres partai Republikan. Namun setelah isu agama dan hal-hal terkait diangkat ke permukaan, kedunya terpental di bawah Huckabee, seorang mantan pastor dari sekte Methodist.
Mitt Romney adalah pengikut sekte Mormon yang dianggap oleh sebagian besar pengikut kristiani sebagai sekte yang keluar dari agama Kristen. Salah satu ajaran Mormon yang tidak popular adalah membolehkan pengikutnya untuk berpoligami. Baru-baru ini Huckabee menyerang Romney dengan mengatakan bahwa dalam lemahamannya, sekte Mormon itu menyamakan Tuhan dengan Setan. Pernyataan ini kemudian diralat dan mengharuskan dirinya meminta maaf kepada Mitt Romney.
Sementara itu, Guilani memang dikenal seorang Republikan yang liberal. Kalau capres Republikan pada tidak setuju dengan aborsi, justeru Guilani mengatakan bahwa itu adalah pilihan individu dan bukan tugasnya untuk mengeluarkan regulasi. Adalah tugas para negara bagian untuk mengeluarkan regulasinya masing-masing mengenainya (aborsi), menurutnya.
Ada beberapa isu sensitive dalam kaitannya dengan agama dalam perdebatan para capres AS saat ini. Selain isu aborsi, juga mengenai perkawinan sejenis (homoseksual/lesbianisme) dan teori evolusi. Sebagian besar capres partai Republican menentang aborsi, evolusi dan perkawinan sejenis, kecuali mantan Walikota New York Guilani yang mencoba mencari jalan tengah. Sementara itu, para calon president dari kalangan partai Demokrat juga saling menjatuhkan atas nama agama. Mungkin yang paling sering disudutkan dengan serangan keagamaan adalah Barack Obama, seorang politisi dan senator muda tapi sangat popular dan mengagumkan dari negara bagian Illinois.
Calon presiden dari partai Demokrat yang juga isteri mantan presiden Bill Clinton, Hilary Clinton, dalam beberapa pernyataannya menyerang Obama sebagai alumni madrasah Indonesia. Bahkan dalam beberapa pernyataan kampanyenya selalu mempertanyakan apakah Obama itu seorang Kristen atau seorang Muslim, seraya mempopulerkan nama tengah (middle name)nya Hussein. Serangan Hillary kepada Obama ini sangat serius, khususnya jika dikaitkan dengan kejadian-kejadian terakhir setelah 11 September 2001. Kata Muslim atau Islam memang masih sangat sensitif dan kemungkinan meracuni popularitas Obama di mata masyarakat Amerika. Apalagi, jika dikatkan dengan madrasah yang memang secara publik dikenal di Amerika sebagai pusat pengkaderan teroris, atau minimal dikenal sebagai pabrik Muslim radikal.
Isu Agama dan Kampanye
Isu agama dalam kampanye capres Amerika bukan hal baru. Sejak dulu isu agama menjadi salah satu isu sentral dalam kampanye para capres yang berlaga memperebutkan Rumah Putih (White House). Jimmy Carter misalnya, bahkan ketika itu harus memberikan pidato khusus menjelaskan keyakinannya lepada publik.
Baru-baru ini hal yang sama juga dilakukan oleh Mitt Romney yang beragama Mormon. Kita ambil sebagai contoh dua kali pemilu terakhir di Amerika Serikat. Pertama adalah petarungan antara capres George W. Bush dan Al Gore ketika itu.
Ada selentingan isu yang mengatakan bahwa kegagalan Al Gore merebut suara mayoritas di tahun 2003 itu, bukan karena Bush dianggap lebih popular dan mampu untuk menjadi presiden AS, melainkan karena Al Gore menggandeng Senator Liberman, Senator senior dari Connecticut, sebagai cawapressnya. Menurut analisa tersebut, Liberman yang beragama Yahudi itu belum layak jual karena agamanya.
Bahkan saya pribadi mengingat bahwa block voting masyarakat Muslim di Amerika Serikat yang diberikan kepada Bush ketika itu karena alasan tersebut di atas. Di mana wakil dari capres Al Gore adalah Yahudi dan dikhawatirkan bahwa sokongan Amerika kepada Israel akan semakin menjadi-jadi karenanya. Oleh karenanya hampir seluruh pilihan masyarakat Muslim ketika itu diberikan kepada pasangan Bush-Cheney di tahun 2000 itu. Kedua, pertarungan antara Bush-Kerry di pemilu tahun 2004 juga banyak dipengaruhi oleh faktor sikap mereka dalam isu-isu keagamaan. Sebenarnya, penilaian (rating) masyarakat kepada Bush ketika itu sangat rendah karena perang Irak yang banyak disadari sebagai kegagalan. Tapi Presiden Bush ketika itu dianggap sebagai seorang yang religius dan tegas dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan keagamaan, seperti cloning, aborsi, evolusi, perkawinan sejenis, dll. Sehingga dampaknya masyarakat Amerika masih melihatnya sebagai calon yang layak pilih ketimbang Senator Kerry. Pemilu 2008 nampaknya tidak akan jauh berbeda dari sebelumnya.
Partai Demokrat yang selama ini acuh tak acuh dengan isu-isu keagamaan justeru juga tenggelam di dalamnya. Apalagi isu 11 September dan perang terhadap terror, semua ini menjadikan isu agama menjadi salah satu isu dominan dalam kampanye calon presiden Amerika Serikat ke depan. Organisasi-organisasi keagamaan juga sibuk dalam dukung mendukung masing-masing calon.
Kelompok Kristen radikal, Evangelist, telah memberikan dukungannya secara terbuka kepada mantan Walikota New York, Guilani. Banyak pihak yang terkejut dari dukungan ini, mengingat posisi Guilani yang cenderung tidak tegas dalam isu-isu yang sepenuhnya didukung oleh kaum evangelist, seperti perkawinan sejenis, evolusi, aborsi, dll. Tapi banyak kalangan memperkirakan bahwa dukungan itu diberikan karena jejak langkah Guilani yang tegas dalam memerangi terorisme, dan juga dukungannya sebagai Walikota kepada Israel tidak diragukan.
Yang pasti, semua calon presiden Amerika Serikat, baik dari kalangan partai Republikan maupun Demokrat memiliki banyak perbedaan-perbedaan dalam melihat banyak hal, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan agama (faith). Republikan cenderung lebih konservative dan keras menentang masalah-masalah aborsi, evolusi dan perkawinan sejenis. Di lain pihak, Demokrat lebih liberal dan fleksibel dalam melihat isu-isu itu.
Nampaknya, isu-isu yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat Amerika, seperti jaminan sosial (social security), resesi ekonomi khususnya dalam bidang property (mortgage) saat ini, tidak terlalu banyak diperbincangkan. Ini sekaligus menampik perkiraan sebagain orang bahwa Amerika adalah negara yang ideal dalam memisahkan agama dari politik. Justeru seharusnya dipahami terbalik, Amerika adalah negara yang bisa dijadikan contoh dalam mengkaitkan agama dan kebijakan politik. Maksud saya, agama dan politik bukan sesuatu yang secara mutlak terpisah. Justeru sebaliknya isu-isu politik penuh dengan isu-isu yang berkaitan dengan keyakinan. Hanya saja, bagaimana menempatkan agama dalam perspektif politik.
Inilah barangkali yang perlu dilihat dari gesekan-gesekan politik akhir-akhir ini di Amerika Serikat. Namun, dari sekian banyak isu yang diperdebatkan selama kampanye pilpres Amerika saat ini, barangkali isu Israel nampaknya menjadi isu konsensus. Mungkin mengejutkan jika saya katakana, banyak politisi Amerika sendiri yang berhati besar mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah Amerika sendiri.
Tapi hampir tidak pernah ditemukan ada politisi atau calon presiden Amerika yang berani bersuara keras menentang kebijakan-kebijakan Israel yang melanggar semua etika hubungan internasional maupun etika hubungan antar manusia. Apakah itu bagian dari isu politik dan agama? Apakah dukungan kepada Israel memang sebuah keyakinan yang suci bagi para politisi dan calon presiden Amerika? Allahu a’lam

Read more...

  © Blogger template Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP