Capres AS dan Agama
Bagi banyak kalangan mendengar nama negara super power, Amerika, akan terlintas di benak mereka sebuah negara yang tidak peduli dengan agama. Konsep sekularisme Amerika seringkali memang disalah pahami bahwa Amerika adalah negara yang tidak peduli agama dan bahkan dianggap tidak beragama. Mungkin lebih dari itu, seringkali dianggap sebagai negara yang anti agama. Pandangan ini adalah keliru. Ternyata Amerika adalah negara yang mendudukkan agama dalam banyak hal sebagai sesuatu yang menentukan. Mungkin kenyataan ini akan semakin jelas di saat kita memperhatikan grasak-grusuk politik para calon presiden AS, yang saat ini sedang mempersiapkan diri memasuki babak penyisihan dari masing-masing partai Republikan dan Demokrat.
Menurut data polling atau survey yang dilakukan oleh berbagai pihak ternyata sikap dalam berbagai isu yang terkait dengan agama cukup menentukan naik atau turunnya rating dari seorang calon Presiden AS, khususnya di kalangan capres dari partai Republikan.Awalnya Mitt Romney dan Guliani, mantan Walikota New York, menduduki urutan tertinggi di kalangan capres partai Republikan. Namun setelah isu agama dan hal-hal terkait diangkat ke permukaan, kedunya terpental di bawah Huckabee, seorang mantan pastor dari sekte Methodist.
Mitt Romney adalah pengikut sekte Mormon yang dianggap oleh sebagian besar pengikut kristiani sebagai sekte yang keluar dari agama Kristen. Salah satu ajaran Mormon yang tidak popular adalah membolehkan pengikutnya untuk berpoligami. Baru-baru ini Huckabee menyerang Romney dengan mengatakan bahwa dalam lemahamannya, sekte Mormon itu menyamakan Tuhan dengan Setan. Pernyataan ini kemudian diralat dan mengharuskan dirinya meminta maaf kepada Mitt Romney.
Sementara itu, Guilani memang dikenal seorang Republikan yang liberal. Kalau capres Republikan pada tidak setuju dengan aborsi, justeru Guilani mengatakan bahwa itu adalah pilihan individu dan bukan tugasnya untuk mengeluarkan regulasi. Adalah tugas para negara bagian untuk mengeluarkan regulasinya masing-masing mengenainya (aborsi), menurutnya.
Ada beberapa isu sensitive dalam kaitannya dengan agama dalam perdebatan para capres AS saat ini. Selain isu aborsi, juga mengenai perkawinan sejenis (homoseksual/lesbianisme) dan teori evolusi. Sebagian besar capres partai Republican menentang aborsi, evolusi dan perkawinan sejenis, kecuali mantan Walikota New York Guilani yang mencoba mencari jalan tengah. Sementara itu, para calon president dari kalangan partai Demokrat juga saling menjatuhkan atas nama agama. Mungkin yang paling sering disudutkan dengan serangan keagamaan adalah Barack Obama, seorang politisi dan senator muda tapi sangat popular dan mengagumkan dari negara bagian Illinois.
Calon presiden dari partai Demokrat yang juga isteri mantan presiden Bill Clinton, Hilary Clinton, dalam beberapa pernyataannya menyerang Obama sebagai alumni madrasah Indonesia. Bahkan dalam beberapa pernyataan kampanyenya selalu mempertanyakan apakah Obama itu seorang Kristen atau seorang Muslim, seraya mempopulerkan nama tengah (middle name)nya Hussein. Serangan Hillary kepada Obama ini sangat serius, khususnya jika dikaitkan dengan kejadian-kejadian terakhir setelah 11 September 2001. Kata Muslim atau Islam memang masih sangat sensitif dan kemungkinan meracuni popularitas Obama di mata masyarakat Amerika. Apalagi, jika dikatkan dengan madrasah yang memang secara publik dikenal di Amerika sebagai pusat pengkaderan teroris, atau minimal dikenal sebagai pabrik Muslim radikal.
Isu Agama dan Kampanye
Isu agama dalam kampanye capres Amerika bukan hal baru. Sejak dulu isu agama menjadi salah satu isu sentral dalam kampanye para capres yang berlaga memperebutkan Rumah Putih (White House). Jimmy Carter misalnya, bahkan ketika itu harus memberikan pidato khusus menjelaskan keyakinannya lepada publik.
Baru-baru ini hal yang sama juga dilakukan oleh Mitt Romney yang beragama Mormon. Kita ambil sebagai contoh dua kali pemilu terakhir di Amerika Serikat. Pertama adalah petarungan antara capres George W. Bush dan Al Gore ketika itu.
Ada selentingan isu yang mengatakan bahwa kegagalan Al Gore merebut suara mayoritas di tahun 2003 itu, bukan karena Bush dianggap lebih popular dan mampu untuk menjadi presiden AS, melainkan karena Al Gore menggandeng Senator Liberman, Senator senior dari Connecticut, sebagai cawapressnya. Menurut analisa tersebut, Liberman yang beragama Yahudi itu belum layak jual karena agamanya.
Bahkan saya pribadi mengingat bahwa block voting masyarakat Muslim di Amerika Serikat yang diberikan kepada Bush ketika itu karena alasan tersebut di atas. Di mana wakil dari capres Al Gore adalah Yahudi dan dikhawatirkan bahwa sokongan Amerika kepada Israel akan semakin menjadi-jadi karenanya. Oleh karenanya hampir seluruh pilihan masyarakat Muslim ketika itu diberikan kepada pasangan Bush-Cheney di tahun 2000 itu. Kedua, pertarungan antara Bush-Kerry di pemilu tahun 2004 juga banyak dipengaruhi oleh faktor sikap mereka dalam isu-isu keagamaan. Sebenarnya, penilaian (rating) masyarakat kepada Bush ketika itu sangat rendah karena perang Irak yang banyak disadari sebagai kegagalan. Tapi Presiden Bush ketika itu dianggap sebagai seorang yang religius dan tegas dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan keagamaan, seperti cloning, aborsi, evolusi, perkawinan sejenis, dll. Sehingga dampaknya masyarakat Amerika masih melihatnya sebagai calon yang layak pilih ketimbang Senator Kerry. Pemilu 2008 nampaknya tidak akan jauh berbeda dari sebelumnya.
Partai Demokrat yang selama ini acuh tak acuh dengan isu-isu keagamaan justeru juga tenggelam di dalamnya. Apalagi isu 11 September dan perang terhadap terror, semua ini menjadikan isu agama menjadi salah satu isu dominan dalam kampanye calon presiden Amerika Serikat ke depan. Organisasi-organisasi keagamaan juga sibuk dalam dukung mendukung masing-masing calon.
Kelompok Kristen radikal, Evangelist, telah memberikan dukungannya secara terbuka kepada mantan Walikota New York, Guilani. Banyak pihak yang terkejut dari dukungan ini, mengingat posisi Guilani yang cenderung tidak tegas dalam isu-isu yang sepenuhnya didukung oleh kaum evangelist, seperti perkawinan sejenis, evolusi, aborsi, dll. Tapi banyak kalangan memperkirakan bahwa dukungan itu diberikan karena jejak langkah Guilani yang tegas dalam memerangi terorisme, dan juga dukungannya sebagai Walikota kepada Israel tidak diragukan.
Yang pasti, semua calon presiden Amerika Serikat, baik dari kalangan partai Republikan maupun Demokrat memiliki banyak perbedaan-perbedaan dalam melihat banyak hal, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan agama (faith). Republikan cenderung lebih konservative dan keras menentang masalah-masalah aborsi, evolusi dan perkawinan sejenis. Di lain pihak, Demokrat lebih liberal dan fleksibel dalam melihat isu-isu itu.
Nampaknya, isu-isu yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat Amerika, seperti jaminan sosial (social security), resesi ekonomi khususnya dalam bidang property (mortgage) saat ini, tidak terlalu banyak diperbincangkan. Ini sekaligus menampik perkiraan sebagain orang bahwa Amerika adalah negara yang ideal dalam memisahkan agama dari politik. Justeru seharusnya dipahami terbalik, Amerika adalah negara yang bisa dijadikan contoh dalam mengkaitkan agama dan kebijakan politik. Maksud saya, agama dan politik bukan sesuatu yang secara mutlak terpisah. Justeru sebaliknya isu-isu politik penuh dengan isu-isu yang berkaitan dengan keyakinan. Hanya saja, bagaimana menempatkan agama dalam perspektif politik.
Inilah barangkali yang perlu dilihat dari gesekan-gesekan politik akhir-akhir ini di Amerika Serikat. Namun, dari sekian banyak isu yang diperdebatkan selama kampanye pilpres Amerika saat ini, barangkali isu Israel nampaknya menjadi isu konsensus. Mungkin mengejutkan jika saya katakana, banyak politisi Amerika sendiri yang berhati besar mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah Amerika sendiri.
Tapi hampir tidak pernah ditemukan ada politisi atau calon presiden Amerika yang berani bersuara keras menentang kebijakan-kebijakan Israel yang melanggar semua etika hubungan internasional maupun etika hubungan antar manusia. Apakah itu bagian dari isu politik dan agama? Apakah dukungan kepada Israel memang sebuah keyakinan yang suci bagi para politisi dan calon presiden Amerika? Allahu a’lam
0 Komentar:
Post a Comment